Kamis, 27 Juni 2013

Triangle Symbiotic Mutualism?


Bursa transfer musim panas yang belakangan cukup adem ayem mendadak ramai ketika seluruh media membicarakan tentang kepergian Carlos Tevez dari kota Manchester menuju kota Turin.

Carlos Tevez akan diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagai pemain baru di Serie A melalui konferensi pers pertamanya di klub barunya. Semua orang tahu bahwa Tevez adalah pemain hebat yang tak perlu diragukan lagi. Sayangnya ia juga mempunyai sisi negatif yang cukup mencolok. Bomber timnas Argentina itu dikenal sebagai salah satu pemain yang kontroversial.

Tak hanya aksinya di dalam lapangan, kepindahannya kali ini yang lumayan mendadak juga tak jauh dari berita yang cukup kontroversial. Kepergian Tevez tak hanya menjadi polemik bagi fans mantan klubnya (Manchester City), tapi juga fans klub barunya (Juventus). Setelah hengkang dari Etihad Stadium dengan harga yang relatif murah, Tevez diberikan nomor yang sangat dikeramatkan oleh fans Juve. Hal ini membuat pendukung kedua belah pihak cukup geram.

Juventus tak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk mendatangkan seorang striker hebat, hanya butuh 10 atau 12 juta uang Inggris untuk bisa mendapatkan tanda tangan Tevez. Tim yang paling banyak meraih scudetto ini bahkan hanya perlu menambah 5 juta lagi jika mereka kembali menjadi jawara Serie A dan lolos ke semi final Liga Champion musim depan, kira-kira begitu yang tertulis dalam klausul kontrak yang berdurasi tiga tahun tersebut.

Kepergian Tevez tentu menjadi kerugian besar untuk City jika kita melihatnya dari sisi investasi. Pasalnya pada musim panas 2009 lalu ia didatangkan dari Manchester United dengan harga yang sangat fantastis, 47 juta Pounds, saudara-saudara. Kehilangan 35-37 juta Pounds mungkin tak begitu berarti bagi Sheikh Mansour, mungkin uang sebesar itu ia berikan setiap hari pada anaknya untuk jajan di sekolah. Mungkin. Namanya juga horang kayah.

Bagaimana jika ada faktor lain yang tak terungkap di media? Tanpa perlu menghitung nominal kerugiannya, kepergian Tevez adalah saran dari Manuel Pellegrini, misalnya. Di usianya yang nyaris genap 60 tahun, pelatih kelahiran Santiago, Chili, itu mungkin terlalu tua untuk membimbing anak bengal seperti Tevez. Ia bisa terkena serangan jantung mendadak jika punya pemain yang selalu melawan ketika dinasehati seperti Tevez.

Seperti yang kita ketahui bersama, sebelumnya Tevez lebih menjadikan Roberto Mancini layaknya lawan sparring daripada seorang pelatih. Ia tidak hormat pada mantan pelatih City itu, ia bahkan menolak mentah-mentah instruksi Mancini untuk dimainkan ketika City bersua Bayern Munich di babak grup Liga Champion musim lalu. Tak hanya itu, ia kabur kembali ke rumahnya di Argentina, seolah City adalah klub kakek moyangnya yang bisa ia perlakukan seenaknya sendiri. Setelah sempat murka, Mancini melembek dan memberikannya kesempatan untuk kembali bermain di bawah asuhannya. Tevez was a lucky man.

Rupanya keberuntungan Tevez sebagai pemain sepakbola tak hanya sampai di situ, setelah resmi bergabung dengan Juve, ia diberikan nomor punggung 10 peninggalan legenda klub Juventus, Alessandro Del Piero. Hal ini tak hanya mampu membuat fans Juventus terheran-heran, bahkan saya yakin fans Inter Milan pun akan sama herannya meski mereka sebenarnya tidak peduli.

Selain karena alasan Tevez bukan orang Italia, ada nama-nama lain yang sebenarnya lebih layak menggunakan nomor punggung 10 di Juventus. Sebastian Giovinco atau Claudio Marchisio sepertinya lebih cocok, atau mungkin Andrea Pirlo jika ia berminat. Fans Juventus tentu lebih rela jika nomor punggung keramat itu diberikan pada mereka daripada diberikan untuk seorang Tevez. Atau mungkin saja ada faktor lain yang berperan di sini, jangan-jangan Juventus menawarkan sendiri nomor punggung 10 itu agar Tevez mau bergabung dengan mereka? Bisa saja.

Dibalik polemik yang terjadi, kepindahan Tevez dari City ke Juve adalah good business antara satu sama lain. Ada simbiosis mutualisme yang terjadi antara Tevez, City, dan Juve:

Tevez mendapatkan nomor punggung 10 yang merupakan nomor punggung keramat klub, City dan Pellegrini mendapatkan kebahagiaan di dalam skuatnya karena tak perlu menyimpan duri dalam daging, dan Juve mendapatkan seorang striker hebat hanya dengan mengeluarkan uang receh. Triangle symbiotic mutualism.

Source: www.bolatotal.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar