Jumat, 23 November 2012

Ujian Fans Chelsea Yang Sesungguhnya: Roman Abramovich





Ya, artikel ini memang dibuat berdasarkan polemik yang terjadi di tubuh Chelsea saat ini. Dimana para fans mulai terpecah, beberapa – meski merasa sedih – tetap yakin pada keputusan sang pemilik – dan sebagian besar lainnya mulai kehilangan kepercayaan pada sang pemilik yang dikenal sadis dalam memecat pelatih papan atas. Sang taipan Rusia memang cukup berdarah dingin dalam memuaskan ambisinya, sebut saja nama-nama besar yang dibuang begitu saja seperti Claudio Ranieri, Jose Mourinho, Avram Grant, Luiz Felipe Scolari, Carlo Ancelotti, Andre Villas-Boas, dan yang terakhir adalah Roberto Di Matteo. Bahkan kemilau rentetan piala yang pernah dipersembahkan oleh Mourinho, Ancelotti, dan Di Matteo tak mampu menjadi alasan, jika sang pemilik sudah menganggap pekerjaan mereka gagal.

Hal ini membuat kursi pelatih Chelsea saat ini menjadi yang terpanas di dunia, siapapun yang berani menerima pekerjaan sebagai pelatih Chelsea pastinya harus mempunyai persiapan mental yang cukup jika suatu saat nanti mereka disingkirkan begitu saja dari Stamford Bridge. Bahkan gaji besar yang ditawarkan melatih di sana rupanya masih menciutkan nyali Pep Guardiola – yang namanya sempat mencuat sebagai pelatih selanjutnya – sehingga harus berasalan belum mau melatih lagi.

Abramovich memang lebih terlihat sebagai kaisar di kerajaan adidaya, daripada sekedar seorang pemilik tim sepak bola profesional. Tindakannya memang terlihat sangat arogan, tapi begitulah cara sang kaisar memerintah di kerajaan yang sedang dipimpinnya yang bernama The Roman Empire. Mengutip sebuah pernyataan dari seorang sport caster yang cukup dikenal di negeri ini, Reinhard Tawas melalui akun twitter miliknya: @reinhardtawas: “Di salah satu panel atap Stamford Bridge ada tulisan besar yang tak pernah masuk TV: Roman Empire. Mungkin karena itu dia bertindak seperti kaisar.” Ya, tulisan singkat yang ada di atap stadion itu mungkin menjelaskan semuanya.

Abramovich saat ini memang selalu menjadi bahan olok-olok dari fans klub rivalnya atas kebiasaan buruknya tersebut, dan yang lebih memperparah adalah olok-olokan tersebut kini datang dari fans Chelsea sendiri. Tapi, adakah yang mampu mengambil sisi positif dari kebiasaan buruk sang pemilik tersebut?

Fans Manchester City boleh berbangga mempunyai seorang pemilik klub yang kekayaannya jauh melampaui Abramovich, jangan heran bila semua pemain besar dari seluruh penjuru dunia seolah berlomba-lomba ingin merapat ke Etihad Stadium di Manchester untuk mendapatkan gaji spektakuler dan jauh dari apa yang pernah mereka terima sebelumnya. Akan tetapi, apakah pemilik mereka, Sheikh Mansour, sering terlihat di setiap pertandingan untuk menyaksikan tim yang dimilikinya bertanding? Tidak. Anda bisa menghitung dengan jari berapa kali pemilik asal Abu Dhabi itu menyaksikan timnya berlaga. Tentu sangat jauh jika dibandingkan dengan Abramovich, yang hampir di setiap pertandingan selalu terlihat di tribun menikmati tim kesayangannya bertanding. Bahkan untuk laga tandang sekalipun, ia nyaris tak pernah absen.



Tak bisa dipungkiri, Abramovich adalah fans nomor satu Chelsea. Ron Gourlay, CEO Chelsea, menegaskan bahwa tidak ada satupun orang yang mencintai Chelsea melebihi dirinya (Roman), dan dia akan melakukan apapun demi mendapatkan banyak gelar. Mungkin karena itu ia sering menginterfensi langsung klub yang dimilikinya, tidak seperti para pemilik klub yang lain yang lebih mempercayakan tugas itu diemban oleh jejeran petinggi klub dengan tugasnya masing-masing.

Meski terlihat tidak terima atas tindakan semena-mena yang dilakukan oleh sang pemilik, fans Chelsea saat ini masih terlihat dalam situasi yang cukup kondusif. Di dalam lubuk hati mereka sebenarnya cukup sadar atas apa yang sudah dilakukan oleh sang pemilik sejak mengambil alih klub kesayangan mereka dari Ken Bates, pemilik sebelumnya pada tahun 2003 silam. Sejak kedatangan Roman, Chelsea pun menjelma menjadi tim yang sangat ditakuti. Gelar medioker yang kala itu menempel pada tim ini pun mulai luntur, Chelsea berubah menjadi tim yang cukup ditakuti di Inggris, bahkan di Eropa. Prestasi puncaknya adalah pada Mei silam, ketika tim yang tidak diunggulkan saat itu mampu membalikkan keadaan dan menang secara dramatis di Munich atas tuan rumah, Bayern Munich. Yes, their first Champions League trophy, Champions of Europe.

Kepergian Di Matteo yang sangat mendadak memang menyedihkan buat sebagian besar fans Chelsea, tapi bukankah hal seperti ini sudah biasa di era kepemimpinan Roman? Kepergian Mourinho dan Ancelotti sebelumnya juga sempat memunculkan polemik serupa, namun pada akhirnya itu semua bisa dilewati dan terlupakan dengan sendirinya bukan? Jika anda merupakan fans Chelsea, anda tak perlu takut tim anda tak memenangkan gelar apapun selama tujuh tahun, atau harus menunggu puluhan tahun untuk bisa kembali menjadi yang terbaik di Inggris. Abramovich tak akan membiarkan hal itu terjadi, oleh karena itu mengapa ia terlalu mudah memecat pelatih yang ia anggap gagal, melalui perspektifnya.

Pelatih anyar The Blues, Rafa Benitez, memang pelatih yang kurang disukai di Stamford Bridge, apalagi ia punya reputasi buruk terhadap Chlelsea saat masih menukangi The Reds melalui komentar-komentarnya kala itu. Namun kini ia adalah bagian dari Chelsea, jika anda benar-benar menyukai tim ini, tentu anda harus menerimanya, suka atapun tidak. Abramovich sudah memberikannya kepercayaan pada pelatih asal Spanyol itu untuk menukangi tim yang dicintainya, dan memang tak ada salahnya kan mencoba? If you never try, you’ll never know.

Haruskah fans Chelsea membenci Roman setelah apa yang dilakukannya selama ini? Jika anda benar-benar mencintai klub tersebut, pada akhirnya anda pasti mengerti. At Least, cobalah untuk mengerti. Abramovich adalah ujian fans Chelsea yang sesungguhnya, if you really know what I mean.



So the question is: Which Chelsea fans are you? ‘In Roman We Trust’ or ‘Love Chelsea Hate Roman’? You choose!

*Artikel ini adalah milik pribadi yang dibuat untuk Super Soccer dengan judul asli: Ujian Fans Chelsea Yang Sesungguhnya: Roman Abramovich*

Source: www.supersoccer.co.id

Selasa, 09 Oktober 2012

LUPA


Lupa adalah hal yang sangat manusiawi
Semua orang pasti bisa lupa
Bahkan hal-hal terindah pun bisa terlupa
Ada yang sengaja, ada yang tidak sengaja
Kalo yang tidak sengaja, namanya Amnesia
Meskipun banyak yang berseru 'Menolak lupa', terkadang lupa tak bisa ditolak
Pilihannya kan cuma dua: Kalo tidak lupa, ya berarti ingat


Postingan di atas bukan puisi, atau bahkan sajak. Hanya ungkapan doang, setelah terakhir kalinya gue posting artikel terakhir tanggal 22 Mei 2012, gue bahkan gak inget apa isi password blog gue ini pas gue mau nulis lagi hari ini. Ah elah.

Gak pernah nulis blog lagi bukan berarti gue gak punya ide atau apa, terkadang gue cuma gak punya waktu. Gue janji deh bakal lebih sering lagi mampir dan nulis di sini (lagi), sebelum akhirnya gue bener-bener gak bisa masuk lagi karena itu tadi. LUPA. :D

Selasa, 22 Mei 2012

John Terry, Sosok Yang Semakin Dibenci Namun Semakin Sukses



John Terry menjadi bulan-bulanan di Twitter karena mengangkat trofi Liga Champion dengan menggunakan seragam lengkap.

Banyak yang menjadikan Terry sebagai bahan ejekan ketika kapten Chelsea itu berganti baju sesaat setelah timnya berhasil memenangkan The Big Ears, Sabtu malam waktu Munich kemarin. Ya, di Twitter ia mendapatkan kecaman bahkan ejekan dari orang-orang yang menganggap hal tersebut sebagai hal yang aneh.

Pasalnya Terry menggunakan seragam lengkap, plus dengan pelindung kaki pula. Lucu memang, mengingat dirinya tak akan mendapatkan tekel keras di kaki saat melakukan perayaan di lapangan bukan? Mereka yang menjadi saksi saat Michel Platini memberikan trofi pasti kaget bukan kepalang melihat Terry tiba-tiba masuk ke tengah kerumunan pemain di podium dan berusaha mengangkat trofi tersebut, padahal sebelumnya ia duduk manis berdampingan dengan Henrique Hilario di tribun penonton dengan menggunakan kemeja lengkap dengan dasi.

Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa semua mata hanya menuju pada sosok Terry, mengingat empat nama lain yang tak bermain di pertandingan tersebut juga melakukan hal serupa? Branislav Ivanovic, Raul Meireles, Ramires, dan Hilario ikut berganti baju untuk ’menyeragamkan’ diri saat menerima trofi, dan sampai saat ini bahkan sepertinya hampir tak ada yang mempermasalahkan mereka.


Lalu mengapa hanya Terry? Seperti yang diketahui sebelumnya, Terry adalah sosok yang kontroversial dan merupakan public enemy. Masih ingat pada kartu merah yang diterimanya di leg kedua saat menghadapi Barcelona karena sengaja menendang Alexis Sanchez? Ya, itu adalah hal terkonyol yang pernah dilakukan oleh seorang kapten klub sebesar Chelsea. Tindakan bodohnya itu pasti membuatnya menyesal seumur hidup karena tak bisa berlaga di partai final saat timnya meraih gelar juara.


Ia memang belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas dugaan komentar rasial yang dialamatkan padanya, tapi publik sudah terlanjur menilai Terry benar-benar melakukan hal itu pada Anton Ferdinand saat timnya takluk 1-0 dari QPR Oktober silam. Baik, mari kita coba mundur lagi jauh ke belakang. Terry sempat menjadi sorotan media saat ia berselingkuh dengan mantan pacar Wayne Bridge yang bernama Vanessa Perroncel. Akibat kejadian itu, Bridge sempat marah padanya. Ia bahkan tak mau menyalami mantan sahabatnya itu saat keduanya bertemu untuk pertama kali di sebuah pertandingan antara Manchester City kontra Chelsea.

Semua cap buruk yang disematkan pada ayah kembar Georgie dan Summer Rose ini membuat apapun yang dilakukan Terry menjadi sorotan. Tak heran jika banyak yang mempermasalahkan jika Terry mencoba untuk mengangkat trofi Liga Champion dengan seragam lengkap. Mereka sekan lupa bahwa Terry merupakan bagian dari perjalanan Chelsea meraih partai final itu. Sosok vitalnya di jantung pertahanan Chelsea saat menjalani taktik parkir bus di dua pertandingan semi final menghadapi Barcelona buktinya sukses membuat pemain setengah dewa sekelas Lionel Messi sempat dibuat frustasi karenanya.

Siapa yang seharusnya disalahkan? UEFA adalah sosok yang paling bertanggung jawab atas hal ini. Ya, jika saja mereka tak menganulir keputusan mereka dengan mengizinkan Terry mengangkat trofi di podium, Terry dipastikan tak akan menggunakan seragam lengkap. Hal ini bisa menimbulkan kecemburuan pada fans Manchester United, mengingat mantan kapten mereka Roy Keane tak bisa mengangkat trofi di podium karena juga menerima hukuman saat timnya memenangkan Liga Champion pada 1999 silam. Saat itu Keano dan Paul Scholes – yang juga tak bisa dimainkan pada pertandingan itu – menggunakan menggunakan setelan abu-abu saat ikut merayakan timnya memastikan Treble Winner di musim tersebut.


Lucunya, Keane sempat mengatakan bahwa Terry layak jika diberikan kesempatan untuk mengangkat trofi apabila timnya menjadi juara di Allianz Arena. Menurutnya, Terry layak diberikan penghargaan tersebut karena ia memang seorang kapten klub. Ia bahkan tak merasa iri dan mempermasalahkan kebijakan UEFA itu, meski 13 tahun silam dirinya baru bisa turun ke lapangan 30 menit setelah penyerahan piala. Sebuah tindakan sportifitas yang luar biasa.

Terlepas dari semua kelebihan dan kekurangannya, Terry akan selalu menjadi sosok yang kontroversial. Cibiran dan ejekan orang yang mengarah pada dirinya malah menjadi doa untuknya agar bisa meraih kesuksesan. Suka atau tidak, saat ini ia tercatat sebagai kapten tersukses dari semua kapten yang ada di klub Inggris saat ini karena torehan gelar yang sudah ia menangkan, termasuk empat Piala FA di Wembley.

Haters gonna hate, but John Terry has won the double (again) this year!


*Artikel ini adalah milik pribadi yang dibuat untuk Super Soccer dengan judul asli: John Terry, Sosok Yang Semakin Dibenci Namun Semakin Sukses*

Source: www.supersoccer.co.id

Selasa, 15 Mei 2012

Premier League Review Season 2011/12


Premier League menjalani musim yang luar biasa, menyajikan drama hingga musim benar-benar berakhir.

Setelah nyaris sepanjang musim berada di puncak klasemen, Manchester City mulai kehilangan konsistensi lepas tengah musim. Mereka beberapa kali mengalami hasil imbang dan bahkan kalah secara mengejutkan, sehingga membuat Manchester United yang setia menempel ketat mereka mengambil alih posisi puncak.
Siapa yang akan menyangka bahwa musim ini akan didominasi oleh dua tim asal kota Manchester? Sedangkan jagoan-jagoan dari London seperti Chelsea, Arsenal, dan Tottenham seolah tak mampu menyaingi duo asal kota pelabuhan tersebut.


Chelsea memulai musim dengan sangat baik, tangan dingin pelatih anyar Andre Villas-Boas yang di musim sebelumnya memenangkan Treble bersama Porto pun cukup menjanjikan di awal-awal. Sampai akhirnya mereka merosot tajam dan bahkan keluar dari empat besar, membuat pelatih asal Portugal itu harus dipecat. Sang asisten pelatih, Roberto Di Matteo mengambil alih, dan di sini grafik Chelsea mulai naik kembali.

Di Matteo membawa Chelsea menembus dua partai final bergengsi, final Piala FA dan final Liga Champion. Yang pertama sudah mereka menangkan, mereka berhasil menekuk Liverpool 2-1 di Wembley. Berikutnya mereka akan menjalani final di Munich, berharap untuk bisa memenangkan satu-satunya piala yang belum pernah mereka menangi. Meski hanya mampu finish di peringkat enam musim ini, Chelsea berpeluang berlaga di Liga Champion musim depan, jika mereka mampu membungkam Bayern Munich di partai puncak pekan ini.

Tottenham adalah salah satu tim yang mengalami inkonsistensi musim ini, setelah sempat berpeluang menyaingi duo Manchester dalam perburuan gelar di pertengahan musim, mereka malah kehilangan banyak poin jelang musim berakhir. Membuat Arsenal yang sempat tertinggal jauh mampu mengejar perolehan angka mereka dan mengakuisisi peringkat tiga, sampai pertandingan terakhir. Kabarnya isu Harry Redknapp yang akan dipanggil menjadi pelatih timnas Inggris cukup mengganggu konsentrasi tim tersebut.

Tottenham hanya mampu finish di peringkat empat, dan berharap Chelsea gagal menang di final Liga Champion agar jatah posisi empat untuk ikut ke kompetisi elit Eropa musim depan tak hilang dari genggaman mereka. Jika Chelsea juara, Tottenham harus puas bermain di Europa League musim depan.


Meski gagal meraih gelar (lagi) musim ini, Arsenal puas bisa finish di peringkat tiga. Ini membuat mereka bisa tampil sebanyak 15 kali secara berturut-turut di Liga Champion musim depan, prestasi yang cukup membanggakan. Apalagi kaptennya, Robin van Persie, keluar sebagai pencetak gol terbanyak dengan torehan 30 gol di Premier League. Van Persie kini menjadi pencetak gol terbanyak ke-8 Arsenal, dengan total 132 gol.

Satu lagi tim yang menjalani musim dengan luar biasa, Newcastle United. Setelah sempat tak terkalahkan di awal-awal musim, Newcastle sempat mencicipi posisi empat besar selama beberapa pekan. Namun kekalahan demi kekalahan membuat mereka harus keluar dari posisi tersebut, sampai pertengahan musim. Kedatangan Papiss Demba Cisse di Januari membawa sesuatu yang positif. Ia berhasil mencetak gol nyaris di setiap pertandingan dan membawa Newcastle punya harapan untuk berlaga di Eropa. Namun sayang di pertandingan penutup mereka harus takluk 3-1 dari Everton dan membuat mereka harus puas finish di peringkat lima.


Alan Pardew terpilih sebagai pelatih terbaik versi Barclays, karena membawa Newcastle yang awalnya hanya menargetkan bertahan di Premier League kini punya harapan untuk bermain di Eropa. Bahkan mereka sudah sangat dekat dengan Liga Champion, jika saja Arsenal dan Spurs terpeleset di pertandingan terakhir dan mereka mampu meraih poin penuh.

Kembali ke pertarungan di puncak klasemen, City mengambil alih posisi puncak dari tangan United setelah tetangganya itu kehilangan poin saat bertandang ke Wigan dan menjamu Everton di Old Trafford. Membuat derby Manchester beberapa pekan silam menjadi pertandingan penentuan, siapa yang lebih baik.


City kembali ke puncak setelah Vincent Kompany berhasil membawa timnya unggul tipis 1-0 di pertandingan yang dihelat di Etihad Stadium. Tiga poin menyamakan perolehan angka dengan United, namun mereka unggul jauh dalam selisih gol.

Fans Arsenal tak akan bisa melupakan kekalahan menyakitkan 8-2 di Old Trafford, begitupun fans United yang tak akan pernah bisa lepas dari bayang-bayang suram 6-1 di tempat yang sama. Dua hasil pertandingan musim ini yang mungkin bisa membuat kita yang menyaksikannya mengerenyitkan dahi, seolah tak percaya dengan apa yang tertera di papan skor.

Musim ini adalah salah satu musim terbaik dalam sejarah Premier League, mengapa demikian? Karena gelar juara ditentukan hanya dalam hitungan menit di pertandingan penutup. Ya, siapa yang akan menyangka City mampu berbalik unggul 3-2 setelah sempat tertinggal 2-1 sampai menit ke-90? Gol Edin Dzeko dan Sergio Aguero di menit injury time memastikan perayaan gelar tetap dirayakan di Etihad Stadium. Padahal sebelumnya ketika wasit meniup peluit panjang di Stadium of Light, United adalah juaranya.


Inilah alasan mengapa Premier League dinyatakan sebagai liga terbaik di dunia, karena kita tidak pernah bisa menduga dan memprediksi setiap pertandingannya. Yap, kita harus menahan nafas hingga menit-menit akhir, melihat drama yang terjadi di pertandingan penutup Premier League musim ini. Luar biasa bukan?


*Artikel ini adalah milik pribadi yang dibuat untuk Super Soccer dengan judul asli: Review Premier League Musim 2011/12: Ketat Hingga Pertandingan Terakhir*

Source: www.supersoccer.co.id

King Of Wembley


Tak ada yang lebih hebat dari seorang Didier Drogba di New Wembley.

Striker Chelsea itu baru saja membawa timnya memastikan gelar juara Piala FA pada Sabtu lalu setelah berhasil mencetak gol kedua Chelsea dan membawa timnya menang 2-1 atas Liverpool. Sebanyak 89.102 pasang mata menjadi saksi ketika Drogba berhasil mencatatkan namanya (lagi) di papan skor, seperti yang biasa ia lakukan di tiga final sebelumnya sejak bergabung dengan Chelsea.



Sang pahlawan Wembley itu sekali lagi menunjukkan keperkasaannya dan memastikan diri sebagai pemain yang paling menentukan di partai final Piala FA yang dijalani Chelsea. Dalam delapan penampilannya di Wembley, Drogba mencetak delapan gol, termasuk empat golnya di empat final Piala FA yang berbeda. Sebuah rekor yang kemungkinan sulit diciptakan oleh siapapun.

Ia mungkin tak tampil sebaik dirinya beberapa tahun lalu, namun penunjukkan dirinya sebagai starter daripada Fernando Torres pun menjawab semua pertanyaan. Drogba masih memiliki kekuatan dan mental yang diperlukan timnya, dan yang terpenting adalah ia mampu mencetak gol di masa-masa penting.



Gol Drogba diciptakan tepat di menit ke-52. Ia memanfaatkan umpan Frank Lampard, dan dirinya membalikkan badan sambil melepas tembakan yang tak mampu dihalau Pepe Reina. Martin Skrtel memang berdiri di dekat sang striker, namun ia tak bisa menghentikan tembakan Drogba yang tak begitu keras itu.

Seperti halnya para pemain senior yang lain seperti John Terry, Ashley Cole dan Lampard, Dogba masih dipercaya oleh Roberto Di Matteo untuk menjadi tulang punggung Chelsea. Ia menunjukkan bahwa dirinya belum habis, bisa dilihat konribusinya dari dua pertandingan menghadapi Barcelona, begitupun di dua pertandingan laga 16 besar saat Chelsea bertemu Napoli, atau semi final Piala FA saat Chelsea menyingkirkan Tottenham.

Masa depannya masih belum jelas, mengingat kontraknya akan habis di Chelsea di musim panas ini. Sampai saat ini pihak klub belum menemukan kesepakatan dengan Drogba, dan masih belum bisa dipastikan apakah ia akan dipertahankan atau pada akhirnya akan dilepas.

Meski demikian, Drogba adalah seorang profesional. Ia tahu bahwa tugasnya belum selesai. Pada 19 Mei mendatang Chelsea akan menjalani salah satu pertandingan terbesar sepanjang sejarah saat mereka berlaga di partai final Liga Champion di Allianz Arena, menghadapi sang empunya stadion, Bayern Munich.


Dan jika ia benar-benar pergi di akhir musim nanti, perpisahan akan semakin manis jika Drogba mampu menyandingkan Piala FA dengan piala yang sangat diidam-idamkan, trofi Liga Champion. Atau mungkin dirinya akan dipertahankan jika mampu mewujudkan hal itu sebagai penghargaan baginya.

Di usia yang sudah mencapai 34 tahun, Drogba sadar bahwa ia sudah ada di penghujung karirnya. Memenangkan Liga Champion adalah kesempatan besar yang tak mungkin ia lewatkan. Oleh karena itu, sang pahlawan Wembley itu akan berusaha semampunya untuk bisa mewujudkan mimpinya tersebut di Jerman nanti.

It’s now or never!

*Artikel ini adalah milik pribadi yang dibuat untuk Super Soccer dengan judul asli: Drogba, Pahlawan Chelsea Di Wembley*

 Source: www.supersoccer.co.id

Selasa, 06 Maret 2012

AVB Dipecat, Ini Kata Fans Chelsea Indonesia

VIVAbola – Andre Villas-Boas resmi dipecat. Tepatnya pada Minggu, 4 Maret 2012. Situs resmi Chelsea, www.chelseafc.com mengumumkan pemecatan AVB kepada para supporter The Blues. Tanggapan dari mereka pun beragam.

Ada yang senang karena ia dianggap tidak bisa memberikan perubahan untuk Chelsea. Ada pula yang menyayangkan kenapa pemilik klub, Roman Abramovich terlalu mudah memecat seorang pelatih.

Sejak Abramovich resmi menjadi pemilik klub, ia sudah memecat setidaknya 7 manajer dalam 9 tahun terakhir. Masalahnya hanya satu, Abramovich selalu ingin menghasilkan prestasi dengan instan. Padahal, tidak mudah untuk membangun sebuah tim dalam waktu yang singkat.

Hal ini juga diutarakan oleh pelatih kepala tim futsal Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC), Doni Zola. Ia tidak mengira jika Abramovich akan berani memecat AVB mengingat tidak ada calon yang mumpuni. Guus Hiddink yang difavoritkan sudah resmi melatih klub Rusia Anzhi Makhachkala sejak 17 Februari 2012.

“Tidak ada yang pantas menjadi manajer Chelsea (saat ini) kecuali Guus Hiddink. Dia mempunyai karisma yang membuat semua pemain mengikuti semua perintahnya,” kata Doni kepada VIVAbola, 4 Maret 2012.

Doni tidak menyalahkan AVB atas hasil buruk yang dihasilkan Chelsea musim ini. “AVB adalah pelatih hebat tapi dia masih minim pengalaman. Dan yang disayangkan, karakternya tidak sekuat Jose Mourinho. Cara pendekatan Villas-Boas tidak seperti Mourinho.”

Memang, semasa kepelatihan Mourinho. Pemain-pemain senior yang sekarang dianggap sebagai biang pemecatan AVB justru sangat mendukung Mourinho.

Menurut Doni, salah satu penyebab utama AVB adalah usia. Usianya baru 34 tahun. Hanya lebih tua setahun dari Didier Drogba dan Frank Lampard. Bahkan, kiper ketiga Chelsea, Hilario usianya lebih tua dari AVB. Ia juga menyatakan jika Villas-Boas tidak bisa mengatur pemain senior layaknya Mourinho.

Meski begitu, Doni tidak menyalahkan pemain senior. Berkat mereka Chelsea bisa meraih double winners di 2010. Hanya saja kali ini permainan pemain senior tidak sebagus dulu. Masa mereka tampaknya sudah mau habis.

Sama seperti Doni, Sekjen CISC, Malvino Mambu juga kaget dengan pemecatan AVB yang dinilainya sudah ‘terlambat’. “Kalau Abramovich memang mau pecat AVB, seharusnya dari awal, karena sekarang musim 2011-2012 sudah mau berakhir.” ujar pria yang akrab dipanggil Vino ini kepada VIVAbola.

“Jadi manajer di Chelsea itu susah. Setidaknya mereka harus mendapatkan satu piala di setiap musim. Target Roman terlalu tinggi untuk standar Premier League saat ini. Lihat saja Carlo Ancelotti, ia membantu mendapatkan Double Winners di musim pertamanya. Kemudian, musim berikutnya ia tidak mendapatkan apa-apa. Dan hasilnya, ia juga dipecat oleh Abramovich.”

Meski begitu mereka memaklumi ‘kebiasaan’ Abramovich. “Bagaimanapun juga, ia adalah pemilik Chelsea. Pemilik klub yang kami cintai. Kami tidak bisa membencinya. Ia sudah memberikan segalanya untuk Chelsea sejak 2003,” tambah Vino.

Terakhir, mereka berharap siapapun manajer Chelsea. Ia bisa memberikan perubahan untuk klub yang berbasis di London Barat tersebut. “Siapapun manajernya, mudah-mudahan ia bisa memberikan hasil yang baik untuk klub. Kami sudah belajar untuk mencintai klub dan bukan individu.”


Artikel di atas adalah wawancara saya dan Doni Zola sebagai perwakilan Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) tentang pemecatan Andre Villas-Boas dari Chelsea, yang ditulis oleh Nadia Hutami untuk VivaBola di VivaNews.com

Selasa, 14 Februari 2012

Valentine's Day, Celebrate It Or Not?

Hari ini, 14 Februari 2012, hari dimana gue nulis artikel ini (bukan karena gue gak punya pacar buat diajak candle light dinner), tapi karena mood-nya emang lagi bagus. Karena menurut gue, nulis blog itu dibutuhkan mood yang bagus. Tapi nulis di blog itu gak cuma butuh mood doang, tapi butuh laptop dan internet. Tanpa laptop dan internet, mungkin sekarang ini gue lagi nulis di buku diary kali ya?. Pffttt. *nahan ketawa*

Daripada berbasa-basi terlalu lama, mari kita masuk ke dalam inti permasalahan artikel ini. Sebenarnya gak ada masalah juga sih, kenapa juga tadi gue bilang inti permasalahan ya? Zzzz.

Berdasarkan dari Wikipedia: Hari Valentine (Valentine's Day) atau disebut juga Hari Kasih Sayang, pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di dunia barat. Asal-muasalnya yang gelap sebagai sebuah hari raya Katolik Roma didiskusikan di artikel Santo Valentinus.


Beberapa orang ada yang berpikiran bahwa jika merayakan Valentine, berarti menganut pada ajaran agama atau kepercayaan tertentu. Sebenarnya tidak. Karena Valentine's Day di jaman sekarang itu cuma simbol perayaan doang, dan itu udah jadi tradisi sejak lama. Merayakan Valentine tidak akan membuat seseorang otomatis pindah kepercayaan kok. Jujur, gue baru tau asal muasal kata Valentine itu waktu kuliah. Itu pun berdasarkan dari artikel yang ditempel di mading kampus - entah kenapa artikel yang provokatif ditempel di mading kampus yang dibaca orang banyak - tentang asal usul kata Valentine.

Intinya, itu adalah artikel berupa himbauan untuk tidak merayakan Valentine. Karena berasal dari ajaran salah satu agama tertentu, dan waktu gue baca gue cukup tersentak. Intinya, tulisan yang ada di artikel itu tentunya mendiskreditkan agama tersebut, padahal ada beberapa orang yang menganut agama itu di kampus gue. Seharusnya, himbauan yang bersifat sensitif seperti itu kurang layak ditaro di mading kampus sih, IMO.

Setelah gue pikir-pikir, banyak yang terlalu serius dan berlebihan dalam menanggapi sesuatu. Orang-orang jaman sekarang merayakan Valentine juga bukan karena percaya pada suatu paham tertentu kok, mereka murni merayakan juga untuk jadi simbol peringatan aja. Biasanya mereka ngerayain buat seru-seruan, karena yang ngerayain rame dan banyak, jadi lebih asik kan?

Paham fanatik tentunya akan menghilangkan sisi fun dari perayaan Valentine, karena perayaan Valentine itu IMO tidak terikat pada suatu kepercayaan tertentu, jadi siapa pun bisa merayakan. Yang mau merayakan, selamat merayakan. Yang tidak merayakan, ya gak apa-apa juga. Toh gak ada yang maksa untuk ikut merayakan kan?

Merayakan Valentine pun sebenarnya gak cuma sama kekasih atau pasangan aja, bisa juga sama keluarga dan orang-orang yang dicintai. Meski sebenarnya kita seharusnya menyatakan perasaan kepada orang yang kita sayang bukan hanya pada 14 Februari aja, tapi setiap hari dan selama kita masih bernafas.

Selamat berbagi kasih dengan orang-orang tercinta di sekitar anda, entah untuk anda yang merayakan Valentine, ataupun tidak.

Happy Valentine's Day!

Senin, 23 Januari 2012

No Use For A Name?

"Apalah arti sebuah nama?"

Sering dari kita sering mendengar istilah tersebut bukan? Kalimat tersebut cukup akrab di kuping kita namun mungkin kurang mengerti arti dan maksudnya. Istilah ini pertama kali dikeluarkan oleh seorang sastrawan terbesar Inggris yang hidup di abad 16, William Shakespeare.


Jika saja Shakespeare masih hidup saat ini, ia pasti menyesal pernah mengeluarkan pernyataan tersebut. Gak percaya? Ini salah satu contohnya: Masih inget sama kasus sebuah Rumah Makan Padang terkenal yang berebut nama? Bahkan kasus itu sempat menyentuh ranah hukum. Itu salah satu bukti, bahwa nama itu sebenarnya hal yang cukup penting.

Nama mewakili sebuah produk, brand, atau juga merk tertentu. Biasanya orang akan memilih nama yang bagus, tepat, dan pastinya cocok untuk produknya. Sama halnya dengan nama produk, nama seseorang juga mewakili orang tersebut. Beberapa orang yang gue kenal bahkan benar-benar menjaga nama baiknya, dan menurut gue itu hal yang sah-sah saja. Karena namamu adalah brand-mu.

Gue sangat bersyukur atas nama yang diberikan kedua orang tua gue. Malvino Gladwin Mambu. Nama yang pastinya jarang, unik, dan menurut gue nama yang gak biasa. Gimana gak jarang, latar belakang pemberian nama gue yaitu sebuah kejadian yang sepertinya sulit untuk terulang kembali. Perang antara Inggris dan Argentina yang memperebutkan sebuah pulau bernama Malvinas (dalam bahasa Inggris disebut Falk land).

Malvino tentu saja berasal dari kata Malvinas, sedangkan Gladwin adalah gabungan dari kata Glad dan Win. Sampai sejauh ini, gak pernah denger ada orang yang meenggunakan nama Gladwin sebagai namanya (thank you Mom and Dad). Jangan tanyakan darimana nama Mambu berasal, itu nama keluarga. Nama yang sebenarnya aneh kalo didenger, tapi gue bangga menggunakannya.

Artikel ini gue buat berdasarkan banyaknya nama panggilan yang diberikan orang-orang ke gue. Nama panggilan mereka biasanya sih gak jauh dari nama gue, tapi beneran lucu-lucu loh. Gak percaya? Nih!

Malvin
Yang manggil gue dengan nama ini, cuma orang-orang terdekat aja. Biasanya cuma keluarga dan temen-temen kecil (temen-temen gue jaman masih SD) doang.

Vino
Nama panggilan yang paling sering digunain orang buat manggil gue sampe sekarang, ya karena emang paling simpel dan paling gampang diinget kali yah?

Maplin
Almarhum opanya sepupu gue, punya panggilan khusus kalo manggil gue. Maksudnya mungkin Malvin, tapi entah kenapa dia selalu salah manggil, jadinya Maplin. Lucu deh kalo diinget-inget lagi the way he called me. Thank you, Opa Joss!

Malv
Salah satu temen SD gue yg sekarang masih keep in touch, manggil gue dengan nama ini. Lucu yah, seumur-umur yang manggil gue gini cuma dia doang deh kayaknya. Aulia Siagian, thank you for that cute name.

Pinoh
Hahaha, baru denger aja udah ngakak. Pemberian salah satu sahabat terdekat gue di organisasi. Berhubung dia berdomisili di Bandung yang notabene gak bisa nyebut V atau F - karena pasti jadi P - jadi aja nama Vino dipelesetin jadi Pinoh. Kenapa pake huruf H di belakangnya? Tanyain sendiri ke orang Sunda, kenapa mereka suka ngomong di belakang kalimatnya ditambahin H. Pffttt. Btw, Pidah, I love you! (namanya Vida, but Pidah sounds funnier isn't it?). :p

Pinyo
Pernah deket sama cewek yang manggil gue dengan nama Pinyo. Terdengar aneh di kuping, tapi cara dia nyebutinnya kali yah yang bikin lucu? Gak lama deketnya, tapi cukup berkesan lah ya. Thank you D, I hope you're happy with him! *sekalian curcol*


Sebenarnya ada beberapa nama panggilan lain yang pernah dipake buat manggil gue, cuma kayaknya nama-nama di atas yang cukup berkesan buat gue.

Sorry Mr. Shakespeare, a name is mean so much for me. :D

Jumat, 13 Januari 2012

Ramires's New Role


 Chelsea akan mencoba memainkan Ramires di posisi baru, posisi yang cukup krusial untuk mereka.

Yang dimaksud adalah posisi sayap kanan, tempat yang sampai saat ini masih belum ditempati oleh orang yang tepat. Alasannya cuma satu, Andre Villas-Boas tidak punya pemain sayap kanan murni di skuadnya. Chelsea terus mengadaptasi formasi 4-3-3 sejak era Jose Mourinho, ini berarti dibutuhkan dua pemain sayap untuk membantu kinerja seorang striker di lini depan.

Jika di sayap kiri mereka punya Juan Mata dan Florent Malouda yang merupakan pemain asli di posisi tersebut, lain halnya dengan sisi sebaliknya. Sayap kanan adalah posisi yang belakangan dipercayakan pada Daniel Sturridge, yang sebenarnya merupakan seorang penyerang tengah.

Untuk seorang pemain tengah yang diplot lebih melebar, penampilan Sturridge memang tidak terlalu buruk. Ia adalah pencetak gol terbanyak Chelsea di Premier League, sampai saat ini ia sudah mencetak sembilan gol.

Atas penampilan gemilang musim ini, Sturridge diberikan kehormatan oleh Fabio Capello untuk merasakan debut di skuad senior timnas Inggris, ia masuk dari bangku cadangan saat Inggris mengalahkan Swedia 1-0 di laga persahabatan yang dihelat di Wembley, November lalu.

Sayangnya Sturridge sedang mengalami cidera, dan hal ini cukup membuat Villas-Boas pusing. Namun sebagai pelatih yang cukup berani bereksperimen, ia memasang Ramires sebagai pemain sayap kanan. Pemain yang sehari-hari menggunakan kawat gigi ini bermain penuh selama 90 menit dan menikmati peran barunya pada pertandingan perdana Premier League tahun ini, ketika Chelsea mengalahkan Wolves 2-1 di Molineux, 2 Januari silam.

Sukses menjalani debut di posisi barunya, Villas-Boas kembali memasang Ramires di pertandingan babak ketiga Piala FA saat menghadapi Portsmouth di Stamford Bridge, sepekan setelahnya. Hasilnya? Chelsea berpesta gol, menyingkirkan Pompey dari Piala FA dengan empat gol tanpa balas. Tak hanya itu, Ramires mencetak dua gol pada pertandingan tersebut.

Dalam hal mencetak gol, Sturridge mungkin lebih ahli daripada Ramires. Namun peran Ramires yang rajin naik-turun cukup membantu kinerja tim, mengingat posisi bek kanan adalah salah satu posisi terlemah Chelsea musim ini. Ramires bisa meng-cover Jose Bosingwa yang sering terlambat untuk kembali ke posisi bertahan.

Chelsea kehilangan konsistensinya musim ini di bawah asuhan Villas-Boas, namun pelatih asal Portugal itu mendapatkan jaminan dari sang pemilik, Roman Abramovich, bahwa ia tak akan dipecat dan bahkan dipercaya untuk membangun era baru di Stamford Bridge. Saat ini mereka tercecer di posisi empat dan tertinggal 11 poin dari Manchester City di puncak klasemen, jarak yang sebenarnya masih bisa dikejar mengingat musim yang masih sangat panjang.

Ramires adalah salah satu pemain penting di skuad Chelsea musim ini, ia bisa bermain dimana saja. Sebagai gelandang jangkar, gelandang tengah, dan kini sedang mencoba untuk bermain lebih melebar di sayap kanan, sesuai kebutuhan tim. Ketika didatangkan dari Benfica pada Agustus 2010 silam dengan harga nyaris 20 juta Pounds oleh mantan pelatih Carlo Ancelotti, ia sempat kesulitan untuk beradaptasi dengan Liga Inggris. Meski tampil kurang meyakinkan, Ancelotti tetap mempercayakan Ramires untuk bermain reguler di setiap pertandingannya. Sampai akhirnya ia mulai bangkit di paruh kedua musim lalu, dan menjadi pemain kunci Chelsea.


Sejauh ini ia sudah mencetak delapan gol untuk Chelsea di semua kompetisi musim ini, sebuah pencapaian yang luar biasa untuk pemain tengah. Dipasang agak ke depan, tampaknya pundi-pundi gol Ramires akan bertambah banyak, tentunya ini menguntungkan untuk Chelsea. Dengan absennya Didier Drogba saat ini karena menjalani Piala Afrika, dan juga masa depan yang tidak pasti di London Barat, Sturridge bisa dipasang di posisi aslinya sebagai penyerang tengah jika Drogba benar-benar hengkang.

Yang pasti, Chelsea berusaha untuk bisa bangkit di paruh musim kedua. Dan apakah Ramires mampu menjalani peran barunya dengan baik dan menjawab kepercayaan yang diberikan sang pelatih kepadanya? Dari penampilannya sejauh ini sih, sepertinya ia cukup meyakinkan. Bagaimana menurut anda?

*Artikel ini adalah milik pribadi yang dibuat untuk Super Soccer dengan judul asli: Peran Baru Ramires Di Chelsea*

Source: www.supersoccer.co.id 

Jumat, 06 Januari 2012

The Champions League Hunters


Premier League musim ini lebih berwarna, lebih seru, dan mungkin salah satu yang terketat dari yang pernah ada.

Siapa yang menyangka Manchester City akan memimpin di puncak klasemen sejak awal musim dan menjadi jawara paruh musim? Meski ditempel ketat oleh sang rival sekota - Manchester United - di posisi kedua, penampilan City sejauh ini menunjukkan bahwa mereka  merupakan kandidat terkuat untuk meraih gelar musim ini.

Namun Premier League bukan hanya didominasi oleh duo Manchester, Tottenham Hotspur juga mencuat menjadi salah satu penantang serius. Skuad asuhan Harry Redknapp hanya tiga angka di belakang United yang ada di posisi dua, dan memiliki satu pertandingan tunda.
Persaingan antara Chelsea dan United yang mendominasi - dengan bergantian menjuarai Premier League - selama tujuh musim terakhir tidak terlihat di musim ini, City dan Spurs perlahan mulai menjadi rival baru untuk United yang selalu konsisten di setiap musimnya.

Kami tidak akan membahas lebih dalam tentang persaingan City, United, dan Spurs yang tampaknya akan bersaing untuk menjadi yang terbaik musim ini, namun lebih membahas tentang satu tempat tersisa di empat besar yang sedang diperebutkan oleh empat tim yang ada di bawah ini. Siapa saja mereka?

1.    Chelsea

Kegagalan memenangkan gelar musim lalu membuat Carlo Ancelotti didepak dari jabatan pelatih di akhir musim, pelatih yang pernah memenangkan Double Winner di musim perdananya itu langsung diusir dari Stamford Bridge setelah gagal mendapatkan satu pun penghargaan di musim berikutnya. Roman Abramovich pun menunjuk Andre Villas-Boas yang saat itu sedang bersinar bersama Porto, berdasarkan pencapaian yang diraih pelatih asal Portugal itu memenangkan Treble Winner di musim perdananya melatih di sana. Namun sayang, Chelsea bukanlah Porto, persaingan di Premier League lebih ketat.  Penampilan Chelsea musim ini dianggap tidak stabil, bahkan mereka sempat menghadapi krisis kekalahan di periode akhir Oktober sampai November ketika harus takluk dari QPR, Arsenal, dan Liverpool.

Chelsea menjadi tim pertama yang berhasil menumbangkan Manchester City yang tidak terkalahkan, namun sayang setelah mengalahkan City mereka malah harus puas bermain imbang selama tiga pertandingan berturut-turut menghadapi Wigan, Spurs, dan Fulham. Bahkan menjelang pertandingan tahun baru mereka takluk secara mengejutkan di Stamford Bridge 3-1 dari Aston Villa. Kini mereka berada di peringkat empat klasemen dan tertinggal lima angka dari Spurs, Villas-Boas pun sempat mengungkapkan bahwa target Chelsea musim ini hanyalah lolos ke Liga Champion, bukan menjuarai Premier League.

2.    Arsenal

Setelah ditinggal dua pemain kuncinya, Cesc Fabregas dan Samir Nasri di musim panas kemarin, Arsenal langsung terseok-seok di awal musim. Bahkan skuad asuhan Arsene Wenger ini sempat terlempar di papan bawah. Namun kekalahan yang paling menyakitkan adalah ketika bertandang ke Old Trafford, saat mereka harus takluk 8-2 dari sang empunya stadion. Wenger pun melakukan belanja panik setelahnya menjelang bursa transfer ditutup, ia mendatangkan Per Mertesacker, Andre Santos, dan Mikel Arteta untuk menambal skuadnya yang kebetulan sedang mengalami badai cidera.

Perlahan tapi pasti, Arsenal mulai bangkit. Penampilan luar biasa Robin van Persie yang selalu menjadi penentu kemenangan Arsenal membuat mereka sempat merangsek ke empat besar, bahkan sang kapten sempat mencetak hat-trick saat mempermalukan Chelsea 5-3 di Stamford Bridge. Kekalahan atas Fulham di awal tahun ini membuat Arsenal tertahan di peringkat lima dan tak mampu menggeser Chelsea di empat besar. Musim ini mereka lolos ke Liga Champion melalui play-off, karena finish di peringkat empat klasemen musim lalu. Musim depan? Belum tentu mereka seberuntung sekarang. Oleh karena itu, jumlah poin yang hanya terpaut satu angka dari Chelsea membuat mereka bernafsu untuk bisa melampaui rival sekota mereka itu.

3.    Liverpool

Dua musim tidak bermain di Liga Champion adalah prestasi buruk untuk tim sebesar Liverpool, pasalnya di Inggris mereka adalah pemegang gelar terbanyak untuk kompetisi ini, dengan lima piala. Steven Gerrard mengangkat The Big Ears pada 2005 silam, ketika menang secara dramatis atas AC Milan melalui adu tendangan penalti setelah berhasil menyamakan kedudukan menjadi 3-3, padahal mereka tertinggal tiga gol lebih dulu. Finish di peringkat tujuh dan enam di dua musim terakhir membuat mereka tak bisa merasakan lagi panasnya kompetisi jawara Eropa, tahun ini mereka berniat untuk kembali ke empat besar, tempat dimana mereka biasa bermukim setiap musimnya.

Musim ini anak asuh Kenny Dalglish tampil tidak konsisten. Bisa menang di kandang Arsenal dan Chelsea, dan menahan seri United di Anfield adalah sebuah prestasi yang membanggakan untuk tim manapun. Hanya Spurs dan City yang mampu mempermalukan mereka. Namun menghadapi tim yang relatif lebih lemah, Liverpool seperti kesulitan menang. Bahkan Stoke dan Fulham mampu mencuri tiga poin dari mereka, hasil ini menunjukkan bahwa penampilan Liverpool musim ini tidak stabil. Hal ini mungkin dikarenakan sang kapten Steven Gerrard, lebih banyak berkutat dengan cidera. The Reds kini hanya terpaut empat angka untuk bisa menduduki empat besar, posisi yang sulit mereka dapatkan di dua musim terakhir.

4.    Newcastle United

Menjadi tim yang tak terkalahkan sampai ke-12 sempat membuat Newcastle menempel duo Manchester di puncak klasemen. The Toon Army akhirnya harus takluk untuk pertama kalinya dnegan skor 3-1 ketika bertandang ke Etihad Stadium. Meski sempat menahan imbang United 1-1 di pertandingan berikutnya, mereka harus takluk 3-0 oleh Chelsea di kandang sendiri, dan yang paling mengejutkan adalah kalah 4-2 dari Norwich City. Kalah dari West Brom dan Liverpool di pertandingan selanjutnya membuat mereka harus tercecer ke peringkat tujuh klasemen sementara.

Newcastle memulai tahun baru dengan cukup meyakinkan, mereka mengalahkan United dengan skor telak 3-0. Gol dari Demba Ba, Yohan Cabaye, dan gol bunuh diri Phil Jones membuat tiga angka tetap bertahan di Sports Direct Arena. Meski sempat membuat kejutan di awal musim, Alan Pardew tampaknya tidak terlalu menargetkan Liga Champion untuk timnya musim depan. Hasil realistis baginya adalah Europa League, namun dengan jumlah poin yang berhasil mereka kumpulkan saat ini - 33 poin - mereka hanya tertinggal empat angka dari Chelsea yang duduk di zona Liga Champion. Jadi target untuk finish di empat besar musim ini, kenapa tidak?


Tim mana dari keempat tim di atas yang berpeluang besar untuk bisa lolos ke Liga Champion musim depan? Chelsea dan Arsenal tampaknya akan bersaing ketat untuk memperebutkan posisi tersebut, mengingat mereka berdua adalah langganan setia kompetisi tersebut. Apalagi saat ini, hanya mereka berdua yang mewakili Inggris di babak 16 besar, setelah United dan City harus gagal di babak grup secara mengejutkan.

Liverpool dan Newcastle tetap bisa mengancam duo London itu, jika mereka bisa meraih kemenangan demi kemenangan di paruh kedua musim ini. Dengan poin yang relatif dekat dan amat ketat ini, semua berpeluang untuk bisa mendapatkan jatah sisa Liga Champion musim depan. So, siapa jagoan kalian untuk bisa tampil di kompetisi elit Eropa itu musim depan?

*Artikel ini adalah milik pribadi yang dibuat untuk Super Soccer dengan judul asli: Para Tim Pemburu Jatah Liga Champion*

Source: www.supersoccer.co,id