Jumat, 24 Mei 2013

Emosi Fans Chelsea Yang Labil




Setujukah anda jika ada yang menyebutkan bahwa fans Chelsea adalah fans yang memiliki tingkat emosi paling labil?

Jika anda adalah seorang fans Chelsea, mungkin anda sedikit mengerenyitkan dahi membaca judul artikel ini, sekaligus berusaha memahami benar-benar maksud dari pernyataan tersebut.

Bagi fans Chelsea yang mengikuti perjalanan timnya khususnya di era Roman Emperor, anda pasti mengalami perjalanan emosi yang luar biasa mendukung tim tersebut selama satu dekade terakhir. Bagaimana tidak, mendukung sebuah tim yang pernah dilatih oleh sembilan orang pelatih selama 10 tahun belakangan adalah salah satu alasannya. Tak tanggung-tanggung, deretan pelatih top pernah menghiasi ruang ganti Stamford Bridge. Sebut saja Claudio Ranieri, Jose Mourinho, Avram Grant, Luiz Felipe Scolari, Guus Hiddink, Carlo Ancelotti, Andre Villas-Boas, Roberto Di Matteo, dan Rafael Benitez.

Lalu apa hubungannya pelatih dengan emosi? Anda akan bermain dengan perasaan ketika berusaha untuk mengenal lebih dekat pelatih yang baru didatangkan untuk memimpin tim favorit kalian, berusaha untuk mencintainya seiring dengan waktu, dan kemudian harus kecewa ketika pelatih tersebut harus didepak dengan cara yang menyedihkan karena dianggap gagal karena alasan yang subjektif menurut sang pemilik klub. Padahal anda sudah mulai mencintai pelatih tersebut.

Mayoritas dari pelatih yang disebutkan di atas diberhentikan dengan cara tidak hormat, singkatnya: Dipecat. Torehan prestasi yang pernah diukir oleh sang pelatih di musim sebelumnya tidak berlaku, jika musim berikutnya ia tak berhasil memenangkan apapun. Hal ini membuat kursi kepelatihan Chelsea adalah yang terpanas, mungkin yang paling panas di dunia. Terdengar sangat kejam, tapi di Chelsea hal tersebut adalah hal yang lumrah. Setiap pelatih yang menerima pekerjaan untuk melatih di sana, tahu benar resiko yang harus mereka ambil jika mereka dianggap gagal. Tak berhasil memenangkan trofi berarti angkat kaki.

Berapa banyak dari kalian yang menangis ketika Mourinho, Ancelotti, dan Di Matteo dipaksa pergi dari London Barat setelah berhasil membawa Chelsea memenangkan gelar? Sebagai contoh, seorang sahabat saya menangis seperti bayi begitu ia membaca pernyataan di Twitter, yang mengatakan bahwa Ancelotti resmi diberhentikan di akhir musim. Double Winners pertama Chelsea sepanjang sejarah di musim sebelumnya seperti tidak berbekas, trofi Premier League dan Piala FA yang masih mengkilat di lemari penyimpanan piala - karena masih baru - tak mampu membuat Ancelotti bertahan karena puasa gelar di musim 2010-2011.

Di Matteo mengalami hal yang tak begitu jauh berbeda, ia bahkan harus dipecat di pertengahan musim 2012-2013. Ia belum menyelesaikan musim pertamanya sebagai pelatih tetap The Blues, trofi Liga Champion pertama untuk klub yang ia menangkan di akhir musim lalu setelah sepekan sebelumnya memenangkan Piala FA pun tak mampu menyelamatkan legenda hidup klub tersebut. Fans Chelsea sempat terpecah kala itu, yang sangat mencintai Di Matteo tentu marah atas perilaku sang pemilik klub yang dianggap berbuat seenaknya pada legenda tim mereka itu. Kemarahan tak berhenti sampai di situ, amarah fans Chelsea berlanjut ketika mengetahui bahwa Benitez yang ditunjuk sebagai interim manajer sampai akhir musim ini. Pernyataan Benitez sewaktu masih menjadi pelatih Liverpool adalah alasan utamanya, fans Chelsea menganggap Benitez bak musuh bebuyutan.

Nyaris sepanjang musim Benitez mendapat cemooh dari fans timnya sendiri. Beberapa poster bertuliskan 'Rafa Out' sering tersorot kamera setiap Chelsea sedang bertanding. Tak hanya itu, mereka malah menyanyikan chants yang mengejek pelatih asal Spanyol berbadan gempal tersebut. Baru-baru ini Chelsea dinobatkan sebagai juara Europa League setelah menang dramatis atas Benfica di partai puncak. Sebenarnya 'hanya' memenangkan satu trofi dari tujuh kesempatan mengangkat piala sebenarnya tak begitu bagus, tapi sebuah gelar itu mampu meluluhkan hati mayoritas fans Chelsea. Tulisan 'Rafa Out' pun mulai berganti menjadi 'Thank You Rafa', bahkan ada sebuah poster yang menuliskan 'Thank You Rafa, We Forgive You'.

Setelah sangat membencinya, sebuah gelar persembahan terakhir Rafa sebagai interim manajer mampu membuat fans Chelsea melupakan pertikaian dengannya. Apalagi Rafa tak hanya mempersembahkan gelar, ia juga membawa Chelsea memastikan satu tiket untuk kembali ke Liga Champion musim depan. Sebuah pencapaian yang patut diapresiasi. Jika anda adalah seorang fans Chelsea, anda pasti mengerti bagaimana rasanya memenangkan Europa League dan finish di peringkat tiga klasemen, setelah mengalami musim yang bisa dibilang ambudarul. Sekali lagi saya tegaskan, emosi anda bermain di sini.

Dan naik-turunnya emosi kalian tak akan berhenti sampai di sini, karena musim depan Chelsea akan dipimpin oleh seorang pelatih baru (lagi), dan kalian akan berusaha untuk mencintainya (lagi), dan kemungkinan besar akan bersedih (lagi) jika pelatih anda dianggap gagal karena tak berhasil mempersembahkan trofi untuk Chesea. Emosi yang tidak stabil karena pergantian pelatih ini tak pernah dirasakan oleh fans Manchester United dan Arsenal selama belasan bahkan puluhan tahun lamanya. And you know the reason why.

Menyambut musim yang baru, hanya satu pertanyaan yang ada di benak saya: Sudah siap sakit hati lagi, fans Chelsea? Jadi tak perlu malu untuk mengakui bahwa kalian memang labil.

Source: www.chelseafc.or.id