Selasa, 18 Juni 2013

Bursa Transfer Musim Panas Versi Obrolan Warung Kopi


Tidak ada tempat lain yang lebih nyaman dari warung kopi. Beberapa orang malah menganggap tempat tersebut sebagai tempat paling enak buat mengobrol, jauh lebih enak dari sekedar ngobrol di tempat tidur dengan pasangan.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan di warung kopi. Entah sejak kapan orang mengubung-hubungkan antara kopi dan mengobrol, yang pasti saat ini kedua kata tersebut mempunyai hubungan erat layaknya John Terry dan Frank Lampard.

Ada cangkir kopi dan orang yang mengobrol di semua warung kopi. Mulai dari warung kopi pinggir jalan, sampai warung kopi yang mempunyai interior mewah dan sering kita jumpai di mall-mall. Khusus di warung kopi kelas atas, variasi obrolannya sangat majemuk. Mulai dari membicarakan bisnis dengan partner, me-lobby klien, reuni sekolah, ngegosip bareng teman akrab, sampai flirting dengan selingkuhan.

Saya bukanlah seorang pecinta kopi, jika pergi ke warung kopi biasanya saya hanya akan memesan teh atau bahkan susu. Bukan, bukan karena alasan kesehatan. Saya hanya tidak menyukai rasa kopi. That’s it.

Kemarin sore saya menyempatkan diri untuk mengunjungi kedai kopi di sebuah mall di bilangan Senayan, setelah sebelumnya janjian dengan seseorang untuk membicarakan masalah pekerjaan. Kebetulan suasana kedai kopi sore itu cukup ramai, padahal waktu belum menunjukkan pukul lima sore atau dengan kata lain belum jam pulang kantor. Tapi hampir dari semua pengunjung kedai itu menggunakan baju kantor. Aneh bukan? Whatever.

Karena  hampir semua kursi di pojok sudah terisi dengan beberapa orang yang sedang asyik mengobrol, saya pun berinisiatif untuk duduk di bagian tengah. Kebetulan tempat saya duduk adalah tempat yang strategis untuk sekedar melihat-lihat pemandangan sekitar (if you know what I mean). Tak hanya itu, saya juga bisa menguping dengan jelas pembicaraan mereka. Setelah memesan secangkir lemon tea hangat pada si pelayan sembari menunggu kedatangan rekan saya, saya mencoba untuk mendengarkan obrolan orang-orang di sekitar saya sambil berpura-pura serius menatap layar telepon genggam saya.

Di samping meja saya, duduk dua orang pria yang sedang mengobrol dengan santai sambil sesekali tertawa. Yang satu seorang pria bersorban yang saya yakin kaya raya, berparas khas Timur Tengah. Satu lagi pria tua beruban dengan pembawaan yang kalem. Kira-kira beginilah pembicaraan mereka.


Pria Bersorban: “Wah, ane lega bisa membujuk ente untuk mengisi jabatan direktur di perusahaan ane. Direktur yang lama ane pecat, gak becus itu kerjanya. Percuma punya prestasi bagus tahun lalu, kalo tahun ini gak punya prestasi apa-apa. Malu-maluin.”

Pria Tua: “Iya, pak. Mudah-mudahan saya tidak mengecewakan bapak.”

Pria Bersorban: “Ah, ente jangan merendah. Ane tahu ente punya prestasi bagus di dua perusahaan sebelumnya. Mudah-mudahan kedatangan ente bisa membawa keberuntungan buat perusahaan ane tahun depan. Hehehe.”

Pria Tua: “Iya, pak. Saya akan berusaha semampu saya. Hehehe.”


Lain lagi dengan obrolan dua orang pria yang duduk di depan meja saya sambil berbicara dengan cukup serius. Seorang dari mereka menggunakan banyak perhiasan (seolah ingin pamer kalo dia orang kaya), saya yakin ia adalah seorang OKB (Orang Kaya Baru). Seorang lagi berbadan atletis, yang saya yakini adalah seorang atlet dari pembicaraannya. Dan inilah pembicaraan mereka:


Orang Kaya: “Bro, lo maen di tim gue yah! Gue berani nebus lo mahal dari tim lo yang sekarang. Kalo perlu harga tebusannya gue bayar lebih mahal deh dari harga tebusan si Aldo waktu pindah ke Spanyol waktu itu. Lo kan lebih hebat dari dia, tahun ini lo dapet dua penghargaan, dia gak dapet apa-apa.”

Atlet: “Gue sih mau-mau aja, bro. Tapi liat nanti deh ya, gue andalan pelatih gue banget soalnya.”

Orang Kaya: “Yaelah, bro. Ngapain sih lo maen di sana? Tim lo dari dulu gitu-gitu aja. Lagian, ada atau gak ada lo juga mereka sama aja. Medioker. Lo dapet penghargaan aja, tim lo juga masih gitu-gitu aja. Mending lo maen di tim gue, gaji lo gede, lo bisa maen di kompetisi yang lebih keren. Di Perancis. Perancis, bro!”

Atlet: “Iya sih, ntar deh gue bujuk-bujuk lagi pelatih gue. Siapa tahu dia lagi butuh duit, lo siapin aja dulu duit yang banyak. Oke?”

Orang Kaya: “Duit mah gak usah dipikirin. Beres. Horang kayah!”


Namun yang paling menarik perhatian saya adalah dua orang yang duduk di pojokan, meski posisi duduk saya membelakangi mereka, saya bisa mendengar dengan jelas obrolan keduanya. Dari pembicaraan nakal mereka yang saya dengar, saya yakin mereka adalah pasangan selingkuh. Ini isi pembicaraannya:


Wanita: “Mas tahu kan kalo aku udah gak cinta sama Paul? Mas tahu kan kalo aku lagi nungguin putusan sidang cerai sama dia? Semua itu aku lakuin karena aku sayang sama Mas Mirdad.”

Pria: “Iya, aku tahu sayang. Tapi kayaknya si Paul masih cinta sama kamu tuh, buktinya dia gak mau kan waktu kamu minta cerai?”

Wanita: “Bodo, pokoknya aku maunya sama Mas Mirdad. Aku harus cerai secepatnya sama dia, supaya aku bisa nikah sama Mas.”

Pria: “Iya, sayang. Aku juga sayang kok sama kamu. Aku capek kalo ketemu kamu harus sembunyi-sembunyi kaya gini. Mudah-mudahan proses cerai kamu cepet kelar, supaya tahun depan kita bisa nikah.”

Wanita: “Iya, Mas. Saya capek hidup serumah sama dia. Banyak banget tekanan batinnya. Saya gak kuat. Saya mau keluar dari situ, dan tinggal sama Mas.”

Pria: “Sabar, nanti kalo kamu udah resmi cerai juga kamu langsung aku nikahin kok. Sambil nungguin proses sidangnya selesai, untuk sementara ya kita ketemunya ya sembunyi-sembunyi kaya gini ya, cantik.” (sambil mencubit mesra hidung sang wanita)

Wanita: “Ah si Mas bisa aja.” (sambil tersipu malu)


Mendengarkan pembicaraan terakhir, cukup membuat saya shock. Pasalnya si wanita bukanlah wanita yang benar-benar cantik. Jika diperhatikan dengan seksama, gigi wanita itu tergolong relatif tonggos. Kemudian saya berpikir, apa yang membuat pria tersebut kesengsem berat padanya? Ah, mungkin ia punya prestasi hebat di atas ranjang.

Semua pemikiran saya pun buyar seketika, karena tiba-tiba pundak saya ditepuk dari belakang. Ternyata rekan saya sudah datang dan saya tak memperhatikan kedatangannya karena sibuk menguping. Lalu kami pun mulai mengobrol seperti layaknya orang-orang yang datang ke kedai kopi. Obrolan warung kopi.

Source: www.bolatotal.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar